Ulasan Buku: 365 Days of Wonder


Judul Buku: 365 Days of Wonder
Penulis: R. J. Palacio
Penerbit: Alfred A. Knopf New York
Jumlah Halaman: 465 halaman
Tahun Terbit: 2016

 "My father's name was Thomas Browne. And his father's name was Thomas Browne. That's why my name is Thomas Browne."
Buku ini seolah-olah ditulis oleh guru August Pullman (Auggie), Thomas Browne. Dari pertama kali membaca buku Wonder, saya menyukai karakter Mr. Browne dengan "precepts" yang menjadi ciri khas gaya mengajarnya. Buku Wonder pernah saya ulas di blog terdahulu saya, di sini. 365 Days of Wonder berisi 365 precept (prinsip/pedoman) yang inpiratif dan menghangatkan hati yang dikumpulkan oleh Mr. Browne (penulis). Precepts ini berasal dari berbagai tokoh dunia, tetapi ada juga beberapa yang tertulis 'unknown' atau tidak disebutkan sumbernya karena sudah menjadi 'quote' yang sangat umum ditemukan.

Secara keseluruhan ada 365 precepts, satu hari satu precept, dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember. Diantara bulan satu dan bulan berikutnya, Mr. Browne menulis ulasan/esai/insight yang tidak terlalu panjang, tetapi sangat bermakna. Di bagian akhir buku, ada semacam glosarium mengenai orang yang menulis precept (The Profiles Behind the Precepts).

Dari sekian banyak precepts, ada yang sudah sangat familiar dan sering saya baca, ada juga yang biasa saja, dan ada juga yang bagi saya pribadi cukup mencerahkan dan menginspirasi. Selain kalimat inspiratif tersebut, bagian favorit saya adalah ulasan Mr. Browne di setiap akhir bulan. Banyak hal baik yang dapat diambil dari sepenggal ulasan tersebut; tentang kebaikan, keberanian, dan kasih sayang antar sesama manusia. Saya membayangkan Mr. Browne sungguh ada di dunia ini, mungkin rasanya beruntung sekali menjadi murid yang pernah diajar oleh beliau. Bagi saya, Mr. Browne adalah sosok panutan yang tidak melihat sesuatu dalam hitam dan putih. Beliau terbuka atas kemungkinan-kemungkinan, dan tidak lantas menghakimi jika seseorang memilih untuk 'berbeda'.

Mungkin buku ini memang sangat sederhana, mengumpulkan berbagai kalimat inspiratif dari berbagai sumber. Namun, saya tahu niat penulis tidak sesederhana itu. Penulis melalui buku ini berhasil mengingatkan saya tentang perlunya berbuat baik, asertif, dan berani. Tak hanya berani melakukan hal-hal yang menakutkan, tetapi berani untuk jujur dan menerima, untuk kemudian berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Buku ini mengingatkan saya untuk menjadi manusia.
Bagi yang sudah membaca Wonder, dalam buku ini diceritakan kebenaran tetang siapa yang memberi tahu Mr. Tushman bahwa Julianlah yang menulis "mean notes" kepada Auggie. Di buku ini juga diceritakan sisi 'manusia' dari Julian yang selama ini dikenal bully di buku Wonder. Sangat menyenangkan.

Buku 365 Days of Wonder ini memiliki konsep yang mirip dengan 88 Love Life-nya Diana Rikasari. Hanya saja buku ini tidak se-colorfull 88 Love Life. Satu halaman untuk satu precept, dengan font dan ilustrasi yang berbeda-beda. Buku ini akan menjadi buku yang saya buka kembali suatu saat nanti, mungkin ketika saya jengah atau merasa lelah dengan dunia yang terasa sangat keras. 
Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh guru (terutama pre-school dan sekolah dasar). Mungkin dengan membaca ini, beberapa orang bisa terinspirasi dan kemudian mengadopsi beberapa hal baik dari Mr. Browne dalam mengajar. Juga saya rekomendasikan untuk semua yang sudah membaca "Wonder", jika kalian rindu berjumpa dengan Auggi, Jack, Summer, Charlotte, Julian, dan Amos; serta siapa pun yang merasa butuh pengingat bahwa dunia ini masih bisa menjadi lebih baik.
Dari saya pribadi, tiga bintang untuk 365 Days of Wonder.



    CONVERSATION

    0 comments:

    Posting Komentar

    Back
    to top